Kawasan
Petak Sembilan atau Pecinan Glodok dikenal memiliki banyak peninggalan sejarah perkembangan
masyarakat Tionghoa di Batavia. Dinamakan Petak Sembilan karena dahulu terdapat
rumah penduduk terdiri dari petak-petak yang berjumlah sembilan. Wilayah yang masih
bagian dari Jl Kemenangan 3 ini, kini masih dihuni oleh mayoritas etnis Tionghoa.
Di kawasan ini tak sulit untuk mencari berbagai bangunan bersejarah peninggalan
masa lalu yang usianya bahkan sudah ratusan tahun, seperti bangunan
klenteng-klenteng berikut ini.
Klenteng Jin De
Yuan (Dharma Bakti)
Klenteng
ini merupakan yang paling tua usianya di kawasan Petak Sembilan. Dalam catatan
sejarah klentang ini dibangun pada tahun 1650, oleh seorang Letnan Tionghoa
bernama Guo Xun Guan (Kwee Hoen) untuk menghormati Guan Yi (Dewi Kwan Im).
Mulanya
klenteng ini diberi nama Guan Yi Ting (Kwam Im Teng), namun peristiwa
pembantaian masyarakat etnis Tionghoa pada tahun 1740 oleh VOC menyebabkan
klenteng ini terbakar, hingga akhirnya pada tahun 1755 dibangun kembali oleh
seorang kapten Tionghoa bernama Oei Tjhie dan diberi nama Jin De Yuan (Kim Tek
Ie) yang berarti ‘klenteng kebajikan emas’.
Di
dalam area klenteng ini juga terdapat tiga klenteng lain yaitu Hui Ze Miao, Di
Cang Wang Miao dan Xuan Tan Gong. Tepat ditengah halaman utama klenteng Jin De
Yuan terdapat dua patung singa dari Provinsi Kwangtung di Tiongkok Selatan.
Arsitektur khas Tiongkok telihat dari dominasi warna merah dan atap bangunan
yang bergaya ‘ekor walet’, dahulu selain bangunan klenteng dan pemerintahan
hanya orang berpangkat atau pejabat yang boleh membangun rumah dengan gaya ekor
walet (Yanwei Xing) dan menaruh sepasang patung singa di halaman rumah.
Klenteng Toa Se
Bio (Dharma Jaya)
Klenteng
tertua berikutnya adalah Toa Se Bio, terletak tak jauh dari Klenteng Jin De Yuan.
Menurut catatan sejarah klenteng ini dibangun pada tahun 1715 oleh seorang
pedagang yang berniaga di pasar Glodok untuk dipersembahkan kepada Cheng Goan
Cen Kun, dinamakan Toa Se Bio yang berarti ‘Klenteng utusan’. Karena, selain
lebih mudah diingat juga ada sejarahnya, yaitu pada abad ke-15 utusan Raja
Cheng Goan Cen Kun pernah datang ke Glodok untuk bertemu pengurus Klenteng Chen
Goan Cen Kun.
Pada
tahun 1740 klenteng ini juga sempat terbakar, hampir seluruh bangunan dan
perabotan untuk beribadah hangus terbakar. Namun ada benda yang dapat diselamatkan
dari kebakaran tersebut yaitu patung Chen Goan Cen Kun dan Hiolo (Tempat untuk
menancapkan lidi hio yang biasa diletakan di altar depan patung dewa).
Ada
yang menarik di dalam bangunan klenteng ini yaitu terdapat bangunan pagoda
cantik yang merupakan tempat lampu minyak umat. Menjelang perayaan Imlek
seperti sekarang ini, biasanya ada tradisi rutin yang selalu dilakukan di
klenteng Toa Se Bio, yaitu memandikan patung dewa-dewi yang diberi nama I Fuo.
Klenteng Chen
Shi Zu Miao (Tanda Bakti)
Dibangun
pada tahun 1757, sebagai tempat pemujaan leluhur keluarga Chen. Klenteng yang
terletak di Jl Blandongan 97 ini berada di sebuah gang kecil di samping kali.
Patung Chen Yuan-guang (pendekar termasyhur yang membuka daerah Zhang-zou pada
abad ke-7) menjadi patung utama dalam klenteng keluarga Chen ini. Keturunan keluarga
Chen yang berada di Indonesia menggunakan nama Tan sebagai ganti nama Chen yang
dilatinisasi.
Arsitektur
bangunan klenteng di dominasi warna merah dan ada yang menarik di bagian atap
klenteng terdapat relief berupa sepasang naga. Naga menurut kepercayaan orang
Tionghoa adalah hewan sakti dan dipercaya sebagai pelindung. Bagian depan
klenteng adalah tempat untuk berdoa dan di belakang bangunan terdapat sebuah
kolam ikan dan replika bunga teratai.
Relief
tiga orang lelaki di depan kolam ikan memiliki arti masing-masing yaitu sebagai
umur panjang dari lelaki tua berjanggut putih, sedangkan lelaki yang ditengah
memiliki art sandang pangan dan yang menggendong bayi adalah mempunyai anak
cucu.
0 komentar:
Posting Komentar